PUNCAK CIREMAI

PUNCAK CIREMAI

Minggu, 17 Juni 2012

INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN


Inventarisasi Tanaman Pekarangan

Abstraks
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal, kebanyakan berpagar keliling dan memiliki batas-batas yang jelas, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman, yang digunakan untuk keperluan sehari-hari atau diperdagangkan. Penulisan ini bertujuan mengidentifikasi dan menginventarisasi tanaman pekarangan. penulisan ini diambil dari pekarangan rumah saya sendiri yaitu bertempat di perumahan baru jatibarang, desa jatibarang baru kecamatan jatibarang. Kabupaten indramayu. Hasil dari identifikasi dan inventarisasi tanaman pekarangan di rumah saya pribadi  diperoleh 6 spesies dari 6 famili yang berbeda. Hal ini  meliputi tanaman apel, pisang, nangka, ketapang , mangga , mawar putih dan sereh.
1.     Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Manusia tidaklah bisa lepas sepenuhnya dengan alam. Karena alam adalah sumber daya yang selalu dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber energi. Dan pengembangan pekarangan adalah salah satu bentuk usaha manusia untuk memnuhi sumber pangan sehari-hari, sehingga sering diungkapkan sebagai lumbung hidup atau warung hidup.
Pekarangan itu sendiri didefinisikan sebagai sebidang tanah yang mempunyai batas-batas tertentu, yang diatasnya terdapat bangunan tempat tinggal dan mempunyai hubungan fungsional baik ekonomi, biofisik maupun sosial budaya dengan penghuninya.

1.2  Tujuan Penelitian
Tujuan dari pnelitian dan penulisan ini adalah untuk mempelajari pola pemanfaatan dari jenis-jenis tanaman yang ada di dalam pekarangan. Dan diharapkan penulisan ini agar mendapat informasi tentang peranan tanaman yang ada didalam pekarangan rumah kita.

2.     Metodologi

2.1  Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dikediaman rumah saya pribadi yaitu di Perumahan Baru Jatibarang, jln.Jaka Tarub desa Jatibarang Baru Kecamatan Jatibarang. Kabupaten Indramayu.

2.2  Cara Kerja
Pengamatan dan penelitian pekarangan ini dilakukan pada tanggal 10 bulan juni tahun 2012. Pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan observasi, inventarisasi serta melihat rujukan dari buku yang berjudul Taksonomi Tumbuhan (spermatophyta) oleh Gembong Tjitrosoepomo yang diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press.
Tanaman yang terdapat dipekarangan dicatat jenis, kegunaan dan peranannya dalam menunjang nilai ekonomis manusia khususnya penghuni rumah itu sendiri.









3.     Hasil dan Pembahasan

3.1  pisang.jpgPisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.
Perlu disadari, istilah "pisang" juga dipakai untuk sejumlah jenis yang tidak menghasilkan buah konsumsi, seperti pisang abaka, pisang hias, dan pisang kipas.
Klasifikasi ilmiah:
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhanberpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkanbiji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhanberbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkepingsatu / monokotil)
Sub Kelas        : Commelinidae
Ordo                : Zingiberales
Famili              :
Musaceae (sukupisang-pisangan)
Genus              :
Musa
Spesies            : Musa paradisiaca
3.2  Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah apel. Buah apel biasanya berwarna merah kulitnya jika masak dan (siap dimakan), namun bisa juga kulitnya berwarna hijau atau kuning. Kulit buahnya agak lembek, daging buahnya keras. Buah ini memiliki beberapa biji di dalamnya.
Orang mulai pertama kali menanam apel di Asia Tengah. Kini apel berkembang di banyak daerah di dunia yang suhu udaranya lebih dingin. Nama ilmiah pohon apel dalam bahasa Latin ialah Malus domestica. Apel budidaya adalah keturunan dari Malus sieversii asal Asia Tengah, dengan sebagian genom dari Malus sylvestris (apel hutan/apel liar).
Kebanyakan apel bagus dimakan mentah-mentah (tak dimasak), dan juga digunakan banyak jenis makanan pesta. Apel dimasak sampai lembek untuk dibuat saus apel. Apel juga dibuat untuk menjadi minuman sari buah apel.
Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan                : Plantae
Divisi                     :
Magnoliophyta
Kelas                     :
Magnoliopsida
Ordo                      :
Rosales
Famili                    :
Rosaceae
Upafamili              :
Maloideae atau Spiraeoideae
Bangsa                  : Maleae
Genus                    :
Malus
Spesies      :           Malus domestica
Nama binomial  Malus domestica  Borkh.
3.3   Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae; nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Dalam bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai jackfruit.
Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 meter. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai.
Daun tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5-12 × 5-25 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin.
1.1253236955.jackfruit-in-a-tree.jpgTumbuhan nangka berumah satu (monoecious), perbungaan muncul pada ketiak daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gada atau gelendong, 1-3 × 3-8 cm, dengan cincin berdaging yang jelas di pangkal bongkol, hijau tua, dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam semasa masih di pohon, sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong, hijau tua.
Buah majemuk (syncarp) berbentuk gelendong memanjang, seringkali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak. 'Daging buah', yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum-manis yang keras, berdaging, kadang-kadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit, endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.
Berikut adalah nama dari Artocarpus heterophyllus berdasarkan nama lokal atau Negara yang setempat.
No
Negara
Nama lain
1
Indonesia
Nangka
2
Inggris
Jackfruit
3
Melayu
Nangka
4
Vietnam
Mit
5
Thailand
Khanun
6
Pilipina
Langka



Klasifikasi ilmiah:
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
 Subkingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
 Super Divisi   : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
 Divisi              : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
 Kelas              : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas       : Dilleniidae
 Ordo               : Urticales
 Famili             :
Moraceae (suku nangka-nangkaan)
 Genus             :
Artocarpus
  Spesies          : Artocarpus heterophyllus Lamk

3.4  Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga yang dihasilkan tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies kebanyakan tumbuh di belahan bumi utara yang berudara sejuk. Spesies mawar umumnya merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman memanjat yang tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun jarang ditemui, tinggi tanaman mawar yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20 meter.
Rosa_alba_semi-plena_img_2175.jpgSebagian besar spesies mempunyai daun yang panjangnya antara 5-15 cm, dua-dua berlawanan (pinnate).
Daun majemuk yang tiap tangkai daun terdiri dari paling sedikit 3 atau 5 hingga 9 atau 13 anak daun dan daun penumpu (stipula) berbentuk lonjong, pertulangan menyirip, tepi tepi beringgit, meruncing pada ujung daun dan berduri pada batang yang dekat ke tanah. Mawar sebetulnya bukan tanaman tropis, sebagian besar spesies merontokkan seluruh daunnya dan hanya beberapa spesies yang ada di Asia Tenggara yang selalu berdaun hijau sepanjang tahun.
Bunga terdiri dari 5 helai daun mahkota dengan perkecualian Rosa sericea yang hanya memiliki 4 helai daun mahkota. Warna bunga biasanya putih dan merah jambu atau kuning dan merah pada beberapa spesies. Ovari berada di bagian bawah daun mahkota dan daun kelopak.

Klasifikasi ilmiah
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilka nbiji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Rosidae
 Ordo               : Rosales
 Famili             : Rosaceae (suku mawar-mawaran)
 Genus             : Rosa
 Spesies           : Rosa alba L.
3.5  Pohon-Mangga-1.jpgMangga atau mempelam adalah nama sejenis buah, demikian pula nama pohonnya. Mangga termasuk ke dalam marga Mangifera, yang terdiri dari 35-40 anggota, dan suku Anacardiaceae. Nama ilmiahnya adalah Mangifera indica. Pohon mangga termasuk tumbuhan tingkat tinggi yang struktur batangnya (habitus) termasuk kelompok arboreus, yaitu tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi batang lebih dari 5 m. Mangga bisa mencapai tinggi 10-40 m.
Nama buah ini berasal dari Malayalam maanga. Kata ini dipadankan dalam bahasa Indonesia menjadi mangga; dan pada pihak lain, kata ini dibawa ke Eropa oleh orang-orang Portugis dan diserap menjadi manga (bahasa Portugis), mango (bahasa Inggris) dan lain-lain. Nama ilmiahnya sendiri kira-kira mengandung arti: “(pohon) yang berbuah mangga, berasal dari India”.
Berasal dari sekitar perbatasan India dengan Burma, mangga telah menyebar ke Asia Tenggara sekurangnya semenjak 1500 tahun yang silam. Buah ini dikenal pula dalam berbagai bahasa daerah, seperti pelem atau poh
Berikut adalah nama dari mangifera indica L berdasarkan nama lokal atau Negara yang setempat.
No
Negara
Nama lain
1
Indonesia
Mangga , pelem
2
Inggris
mango
3
Melayu
Ampelam, Mangga,
4
Vietnam
Xoài
5
Thailand
Mamuang (Ma muang, Makmouang).
6
Pilipina
Mangangkalabau, Mangga

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan          : Plantae (Tumbuhan)
Sub kerajaan    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Rosidae
Ordo                : Sapindales
Famili              : Anacardiaceae
Genus              : Mangifera
Spesies            : Mangifera indica L.
3.6  2954048794_afed2ace7a_z.jpgKetapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan. Selain nama ketapang dengan berbagai variasi dialeknya (misalnya Bat.: hatapang; Nias: katafa; Mink.: katapiÄ•ng; Teupah: lahapang; Tim.: ketapas; Bug.: atapang; dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan seperti talisei, tarisei, salrisé (Sulut); tiliso, tiliho, ngusu (Maluku Utara); sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote); kalis, kris (Papua Barat); dan sebagainya.
Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama Bengal almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore almond, Tropical almond, Sea almond, Beach almond, Talisay tree, Umbrella tree, dan lain-lain.
Pohon besar, tingginya mencapai 40 m dan gemang batang sampai 1,5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar acap kali berbanir (akar papan), tingginya bisa hingga 3 m.
Daun-daun tersebar, sebagian besarnya berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek atau hampir duduk. Helaian daun bundar telur terbalik, 8–25(–38) x 5–14(–19) cm, dengan ujung lebar dengan runcingan dan pangkal yang menyempit perlahan, helaian di pangkal bentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa kulit, licin di atas, berambut halus di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok.
Bunga-bunga berukuran kecil, terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 8–25 cm, hijau kuning. Bunga tak bermahkota, dengan kelopak bertaju-5, bentuk piring atau lonceng, 4–8 mm, putih atau krem. Benang sari dalam 2 lingkaran, tersusun lima-lima. Buah batu bulat telur gepeng, bersegi atau bersayap sempit, 2,5–7 x 4–5,5 cm, hijau-kuning-merah, atau ungu kemerahan jika masak.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan                :           Plantae
Divisi                     :           Magnoliophyta
Kelas                     :           Magnoliopsida
Ordo                      :           Myrtales
Famili                    :           Combretaceae
Genus                    :           Terminalia
Spesies                  :           Terminalia catappa L

3.7 Serai atau sereh adalah tumbuhan anggota suku rumput-rumputan yang dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan makanan.
Minyak serai adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan jalan menyuling bagian atas tumbuhan tersebut. Minyak serai dapat digunakan sebagai pengusir (repelen) nyamuk, baik berupa tanaman ataupun berupa minyaknya.

Klasifikasi Ilmiah
Kingdom                : Plantae
Divisio                    : Angiosperms
Classis                     : Monocots
sub classis               : Commelinids
Order                      : Poales
Family                     : Poaceae
Genus                     : Cymbopogon
 Species                   : Cymbopogon citrates

Berikut adalah tabel daftar inventarisasi tanaman pekarangan hasil dari pengamatan dilokasi:
No
Nama Imiah
Nama Lokal
Kegunaan
1
Musa paradisiaca
Pisang
buah
2
Malus domestica
Apel
Buah
3
Artocarpus heterophyllus Lamk
Nangka
buah
4
:Rosa alba L.
Mawar putih
hias
5
Mangifera indica L.
Mangga
buah
6
Terminalia catappa L.
Ketapang
buah
7
Cymbopogon citrates L.
Serai
Bumbu,dan obat

EFEK TEPI


Pengaruh Kondisi Lingkungan di Habitat Tepi Terhadap Tumbuhan dan Satwa

PENDAHULUAN
Di negara berkembang terutama di daerah tropis, banyak kawasan hutan telah berubah fungsi menjadi daerah pertanian, perternakan, dan daerah pengembangan kota dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini. Kawasan hutan yang semulanya utuh menjadi terpisah-pisah bahkan terisolasi sehingga terbentuk kelompok-kelompok kecil kawasan hutan. Proses terbentuknya kelompok-kecil kawasan hutan tersebut dapat dikategorikan sebagai fragmentasi habitat (Wilcove et al. 1986). Sayangnya, proses berubahnya fungsi hutan ini juga dapat ditemui di beberapa hutan alami yang telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi seperti taman nasional, suaka marga satwa dan cagar alam.
Di Indonesia, proses berubahnya fungsi hutan di dalam kawasan konservasi melalui berbagai macam bentuk, misalnya pembangunan jalan, peminjaman atau pelepasan kawasan. Perubahan kawasan hutan menjadi areal dengan fungsi non-kehutanan di dalam kawasan konservasi memiliki dampak yang nyata bagi struktur vegetasi dan komposisi tumbuhan yang ada. Jenis-jenis pohon yang berada tepat di daerah yang akan dirubah fungsinya akan hilang dan sebagai akibatnya struktur vegetasi dan komposisi tumbuhan pun berubah. Perubahan ini pada akhirnya akan membentuk habitat tepi (habitat edge) (Murcia, 1995) atau yang dulu lebih dikenal dengan istilah ekoton (Ries et al. 2004). Kondisi lingkungan di habitat tepi memiliki karakteristik yang berbeda dengan kondisi lingkungan di dalam hutan. Kondisi yang berbeda ini akan memiliki dampak ekologis terhadap tumbuhan, hewan maupun organisme lain. Dampak dari bertemunya dua kondisi lingkungan yang berbeda tersebut terhadap tumbuhan dan hewan dapat di sebut efek tepi (edge effect) (Murcia, 1995).
Melalui tulisan ini penulis memaparkan beberapa kemungkinan pengaruh dari kondisi lingkungan di habitat tepi terhadap tumbuhan dan satwa. Paparan yang disajikan dalam tulisan ini di kembangkan dengan pendekatan studi pustaka.
KONSEP EFEK TEPI DAN KONDISI LINGKUNGANNYA
Istilah efek tepi pertama kali digunakan oleh Leopold (1933) dalam Ries et al. (2004) untuk menggambarkan kecenderungan peningkatan keragaman jenis di lanskap yang tidak utuh. Dengan banyak penemuan terkini yang mengungkapkan berbagai bentuk respon tumbuhan dan hewan serta organisme lain terhadap kondisi lingkungan di habitat tepi, konsep efek tepi telah berkembang. Respon tumbuhan dan hewan tidak hanya menunjukkan kecenderungan peningkatan keragaman jenis tetapi juga menunjukkan penurunan atau tanpa perubahan (Ries et al. 2004). Berdasarkan kecenderungan tersebut, Ries et al. (2004) membagi respon organisme menjadi tiga kelompok: respon positif jika parameter yang diamati seperti: kelimpahan dan keragaman jenis meningkat di habitat tepi; respon negatif jika ada kecenderungan penurunan dari parameter di habitat tepi yang diamati; dan respon netral bila tidak ada perbedaan nilai dari parameter yang diamati baik di habitat tepi maupun di dalam hutan.
Habitat tepi terbentuk jika suatu wilayah kawasan hutan diubah fungsinya untu non-kehutanan, seperti: jalan atau areal pemukiman. Salah satu konsekuensi dari perubahan fungsi kawasan tersebut adalah perubahan kondisi lingkungan. Murcia (1995) menandaskan bahwa perubahan kondisi mikro lingkungan ini disebabkan oleh perubahan struktur komposisi dan vegetasi di habitat tepi. Sejumlah penelitian membuktikan efek tepi terhadap parameter lingkungan, seperti: intensitas cahaya, suhu udara, kelembapan udara dan tanah (Chen et al. 1993; Matlack, 1993; Young dan Mitchell 1994; Jose et al. 1996; Didham dan Lawton 1999; Davies-Colley et al. 2000; Dignan dan Bren 2003). Perbedaan intensitas cahaya dan suhu udara, pada khususnya, terjadi pada beberapa jarak dari tepi hutan, tergantung pada arah hadapan tepi hutan dan struktur vegetasi di habitat tepi (Murcia, 1995). Matlack (1993) membuktikan bahwa intensitas cahaya dan suhu udara berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dari tepi hutan yang menghadap ke timur, barat dan selatan di hutan Pennsylvania dan Delaware, USA
Walaupun penelitian tersebut membuktikan pengaruh negatif tepi hutan terhadap parameter lingkungan, namun beberapa penelitian di daerah tropis menunjukkan hasil yang berbeda. Turton dan Freiburger (1997), misalnya, menemukan efek tepi yang tidak nyata terhadap kondisi mikro lingkungan di hutan tropis di Atherton Tableland, Australia. Penelitian lain oleh Camargo dan Kapos (1995) melaporkan kompleksitas efek tepi terhadap kelembaban tanah di hutan tropis Amazon. Murcia (1995) menyebutkan bahwa perbedaan hasil dan interpretasi dari penelitian efek tepi mungkin disebabkan oleh penerapan metodologi yang tidak seragam, perancangan percobaan yang tidak memadai dan kemungkinan adanya respon spesifik dari tiap lokasi penelitian.
PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN DI HABITAT TEPI
Dampak ekologis kondisi lingkungan di habitat tepi terhadap tumbuhan dan hewan telah banyak diteliti sejak lama. Hasil kajian dari para pakar menunjukkan temuan yang berbeda-beda. Pada umumnya, respon tumbuhan dan hewan terbagi menjadi tiga golongan: positif, netral dan negatif. Murcia (1995) berpendapat bahwa variasi respon ini mungkin sebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, seperti: penggunaan metodologi yang tidak sama.
Walaupun ada kemungkinan pengaruh positif dari habitat tepi, Primack (2004) menyebutkan bahwa organisme yang sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan di habitat tepi memiliki kemungkinan untuk punah. Penelitian pada tumbuhan, menunjukkan penurunan kelimpahan jenis pohon yang memiliki diameter batang yang besar di hutan semi-arid Argentina (Casenave et al. 1995). Hylander (2005) dalam penelitiannya juga menemukan bukti penurunan tingkat pertumbuhan lumut (Bryophyta) yang ditumbuhkan di dalam pot yang diletakkan pada beberapa jarak dari tepi hutan boreal di Swedia. Efek tepi juga memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan dan kemelimpahan biji tumbuhan herba Trillium camschatcense Ker Gawler di salah satu hutan di Hokaido, Jepang (Tomimatsu dan Ohara 2004). Selain ketiga penelitian tersebut, Cadenasso dan Pickett (2000) melaporkan kecenderungan kerusakan anakan pohon akibat herbivori (aktivitas satwa yang memakan bagian tumbuhan) di tepi hutan di New York, USA.
Dampak negatif serupa juga dijumpai pada hewan. Kajian tentang efek tepi terhadap herpetofauna (reptil and amfibi) di Madagaskar menunjukkan bahwa kelompok hewan tersebut terpengaruh oleh perubahan kondisi lingkungan di habitat tepi (Lehtinen et al. 2003). Lehtinen et al. (2003) menyebutkan bahwa sensitifitas jenis hewan tertentu terhadap kondisi lingkungan di habitat tepi memiliki hubungan dengan ancaman kepunahan jenis hewan tersebut. Penelitian lain di Uganda melaporkan tingginya kerusakan lahan pertanian yang berbatasan dengan tepi hutan akibat aktivitas monyet liar (Saj et al. 2001).
IMPLIKASI TERHADAP KONSERVASI
Mengingat dampak dari terbentuknya habitat tepi, ada dua pilihan strategi yang harus diambil untuk menjaga keanekaragaman hayati di habitat yang mengalami fragmentasi (Matlack dan Litvaitis 1999). Pertama, pengelola kawasan konservasi tidak mengijinkan perubahan dalam bentuk apapun terhadap kawasan konservasi. Langkah ini akan melindungi semua jenis tumbuhan dan hewan yang ada. Kedua, kebijakan dalam penetapan perubahan status kawasan hutan harus mengikuti prosedur yang ketat dengan mempertimbangkan segala kemungkinan dampak negatifnya terhadap ekosistem yang ada di dalam hutan. Walaupun pilihan kedua ini mungkin dilakukan, penulis tidak menganjurkan penerapan strategi ini. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan kesulitan bagi pengelola kawasan konservasi untuk mengantisipasi pengaruh negatif lain yang dipicu oleh perubahan status kawasan hutan di dalam kawasan konservasi, misalnya memberikan akses jalan bagi pemburu, perambah hutan atau penebang liar.
Paling tidak ada dua hal yang harus dipertimbangkan jika strategi kedua ingin diterapkan. Pertama, pembentukan fragmen hutan (kelompok tutupan hutan yang dipisahkan oleh suatu wilayah yang tidak berhutan, seperti jalan, daerah pemukiman, dll.) yang berukuran kecil harus dihindari. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan bertambahnya intensitas dari efek tepi terhadap tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya menyebabkan berkurangnya habitat bagi jenis tumbuhan dan hewan yang sensitif terhadap kondisi lingkungan di habitat tepi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara luas fragmen hutan dengan keanekaragaman dan kelimpahan jenis tumbuhan (Benitez-Malvido dan Martinez-Ramos 2003; Zartman 2003) dan hewan (Rogo dan Odulaja 2001; Harcourt dan Doherty 2005). Seberapa kecil fragmen hutan yang dapat menunjang keanekaragaman hayati tergantung jenis tumbuhan atau hewan yang sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Penelitian oleh Zartman (2003) membuktikan bahwa fragmen hutan yang kurang dari 10 hektar berpengaruh negatif terhadap kemelimpahan jenis lumut epifil (tumbuh di daun) dibandingkan fragmen hutan yang berukuran 100 hektar.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penetapan perubahan status hutan di dalam kawasan konservasi adalah bentuk dari fragmen hutan yang tersisa. Williams dan Pearson (1997) membuktikan adanya pengaruh bentuk fragmen hutan terhadap vertebrata (hewan bertulang belakang) endemik di bioregion Wet Tropics, Australia. Pengaruh bentuk ini terjadi jika fragmen hutan memiliki bentuk yang tidak beraturan dan daerah yang tidak terkena efek tepi berukuran kecil.


KESIMPULAN DAN SARAN
Luas tutupan hutan di daerah tropis semakin berkurang tiap tahunnya. Sayangnya, proses ini juga terjadi di kawasan konservasi seperti taman nasional, suaka marga satwa dan cagar alam. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan habitat tepi. Kondisi lingkungan di habitat tepi, seperti peningkatan intensitas cahaya dan penurunan kelembapan udara, akan mempengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan tersebut. Dikarenakan adanya kemungkinan dampak negatif perubahan kondisi lingkungan di habitat tepi, pengelola kawasan konservasi perlu mempertimbangkan beberapa hal, seperti perubahan bentuk fragmen hutan dan luasan minimum untuk fragmen hutan guna mengantisipasi dampak negatif tersebut.